Jakarta, JENIUSLINE.- Ekonomi adalah kata yang luhur. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk ekonomi. Maka. Untuk bisa mencapai Tujuan Penciptaan Manusia, Proses Penciptaan Manusia , Hakikat
Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut
Islam sesuai dengan fungsinya sebagai Khalifah di Muka Bumi, tentunya
manusia juga membutuhkan ekonomi. Hal ini karena manusia senantiasa membutuhkan
sumber daya dan modal untuk dapat melaksanakan kehidupannya. Tanpa ekonomi
pastinya manusia tidak akan bisa untuk bertahan hidup karena secara kondisi
tubuh akan melemah.
Jadi, Ekonomi, menurut Islam dan Budaya Spiritual Nusantara adalah soal mengelola hidup bersama dengan berpijak pada tata nilai kehidupan yang ada. Sejatinya, ekonomi adalah soal mengelola beragam sumber daya, guna menciptakan kemakmuran bersama. Kemiskinan dan ketimpangan sosial antara si kaya dan si miskin adalah dosa besar tata kelola ekonomi. Pasalnya, asas dasar ekonomi dalam Budaya Nusantara yang bernuansa Islam adalah solidaritas dan tolong menolong (ta’awun) antar manusia yang membawa pada kesejahteraan bersama.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Perancang Pembentukan Partai Nusantara Bersatu, KGPH Eko Gunarto Putro menjawab pertanyaan wartawan seputar “Penyebab Tingginya Tingkat Kemiskinan, Ketimpangan Sosial dan Pengangguran di Bumi Nusantara,” selesai menghadiri acara Sosialisasi Pembentukan Partai Nusantara Bersatu di Pendopo Al-Hikmah, Cikarang, Jawa Barat. “Karena itu, perlu kita pertanyakan kepada pemerintah, mengapa sampai terjadi “kue” ekonomi Indonesia, tampaknya sebagian besar dinikmati oleh segelintir orang saja, sehingga ketimpangan di Tanah Air sangat tinggi?” Tanya Kangjeng Eko.
Dijelaskannya, pada September 2019, BPS melaporkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,380. Sedangakan jumlah orang miskin tercatat pada bulan yang sama sebanyak 24,79 juta orang. “Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran naik 50 ribu orang per Agustus 2019. Alhasil dengan kenaikan tersebut, jumlah pengangguran meningkat dari 7 juta orang pada Agustus 2018 lalu menjadi 7,05 juta orang,” tambah Kangjeng Eko.
KGPH Eko Gunarto Putro yang juga adalah Chairman Samudera Group itu, mengatakan, perekonomian nasional selama ini hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata, sehingga yang terjadi ketimpangan antar si kaya dan si miskin sangat jauh. Bahkan, cenderung terperangkap Sistem Ekonomi Kapitalis. Sehingga cara pendekatan pembangunan yang berorientasi materi semata telah melupakan sisi Spiritual manusia.
“Karuan saja perekonomian terpelintir ke arah kesesatan? Mengapa ciri licik, rakus kejam dan tidak adil kini justru ditempel pada kata ekonomi yang luhur itu? Tentu ada banyak kemungkinan jawaban. Namun, jawaban yang paling mendasar adalah, karena ekonomi sudah tercabut dari spiritualitas,” tandas Kangjeng Eko.
Menurut Kangjeng Eko, ekonomi tanpa spiritualitas hanya berubah menjadi pertukaran barang dan jasa yang dibalut oleh kerakusan. Politik tanpa spiritualitas hanya menjadi pencipta ketakutan dan perpecahan di dalam masyarakat. Pun jika ada niat baik, tanpa spiritualitas, politik dan ekonomi hanya berubah menjadi pembuatan kebijakan belaka yang minim dampak nyata.
“Sebaik apapun sistemnya, tanpa ada spiritualitas yang berakar dalam di dalam diri para pelaku politik, korupsi dan politik pemangsa (predatory politics) akan terus ada. Sesempurna apapun sistemnya, tanpa spiritualitas, ketimpangan sosial, kemiskinan dan kerakusan akan terus mewarnai dunia ekonomi,” tegasnya.
Padahal, kata Kangjeng Eko, Spiritualitas ini, sesungguhnya sudah tertanam di dalam budaya Nusantara, asal ia terus digali dan ditafsirkan secara segar di kehidupan yang terus berubah tentu akan bisa mengubah keadaan umat yang terpinggirkan.
“Sebagai Muslim, kita seharusnya menyadari bahwa Konsep islam menawarkan keseimbangan materi dan spritual. Misalnya, orang boleh punya orientasi menjadi kaya tetapi tidak boleh rakus dan pelit,” ujarnya.
Kangjeng Eko mengingatkan hal tersebut diatas adalah rumusan sederhana tentang konsep ekonomi islam yang berorientasi pada nilai ibadah, semangat kebersamaan dan azas keadilan. Kangjeng Eko menjabarkan bagaimana keseimbangan antara materi dan spiritual dalam konsep islam. “Islam tidak menetapkan takaran maksimal boleh mengambil untung dari suatu transaksi,tetapi islam melarang orang untuk memanfaatkan situasi mencari keuntungan besar sehingga harga tidak terjangkau,” jelasnya.
Dijelaskannya lebih lanjut. Islam pun mengajarkan etika kejujuran,larangan curang dan bahkan larangan merusak harga pasar dengan cara menaikan atau menurunkan harga barang seenaknya. “Jadi, Spiritualitas ekonomi adalah Syarat Mutlak dalam Menuju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia,” pungkas Kangjeng Eko. (az).
Komentar
Posting Komentar