Jakarta, JENIUSLINE .- Saudaraku ❤ Bila kita cermati perkembangan perekonomian global yang melambat, bahkan bukan mustahil terancam RESESI, akibat Perang Dagang China-Amerika, tentu akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Sedangkan, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 5% di 2019 ini. Angka ini turun dari prediksi April lalu, yakni 5,1%.
Karuan saja, para Ekonom dan Pemimpin Bisnis Cemaskan Perang Dagang AS-China yang makin memanas. Sementara itu, International Monetary Fund (IMF) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) October 2019, IMF memperkirakan ekonomi global tahun ini hanya tumbuh 3%. Proyeksi ini menurun dari proyeksi Juli lalu yang sebesar 3,2%.
Adanya proyeksi terkait pertumbuhan ekonomi global dari IMF maupun lembaga lain, menjadi signal bagi pelaku usaha dan pemerintah. Laporan tersebut menunjukkan permintaan global akan tetap landai. Kalau kita tahu demand akan flat, tentunya kita tidak akan ekspansi besar-besaran. Mungkin tetap akan tumbuh di beberapa bidang, tetapi di beberapa bidang lain akan mengalami perlambatan.
Dalam kaitan perlambatan perekonomian dunia itu, menarik kita simak pendapat sejumlah pemimpin bisnis yang berkumpul di Beijing untuk menghadiri acara tahunan China Development Forum akhir pekan lalu. Salah satu topik hangat yang mengemuka dalam pertemuan tersebut adalah ancaman perang dagang antar AS dan China yang kian memanas.
CEO Johnson & Johnson Alex Gorsky menyatakan bahwa perdagangan yang terbuka adalah kebijakan terbaik agar bisnis dapat sukses. "Pada akhirnya, kita berpikir bahwa memiliki perdagangan yang adil di seluruh dunia adalah hal terbaik bagi semua pihak," ucap Gorsky.
Nampaknya sebagian dari Pebisnis dunia mulai menyadari perlunya MENGUBAH cara pandang terhadap Sistem Perekonomian, Bisnis arena Perdagangan di seluruh dunia. Pasalnya, selama ini Sistem Perekonomian Kapitalis yang selama ini MENDOMINASI dan MENCENGKERAM secara global semakin dirasakan Tidak Adil.
Bahkan, Ekonom radikal berpengaruh Perancis, Thomas Piketty, yang juga adalah penulis buku laris "Capital in the 21st Century", menolak menerima penghargaan tertinggi dari negaranya, the Legion d'honneur, sebagai kritik terhadap pemerintah Perancis. Sekaligus Kritik tajam terhadap sistem Kapitalisme❗
Lalu bagaimana dengan Indonesia. Apakah pemerintah mampu keluar dari jeratan Kapitalisme Amerika dan Sosialis Cina. ⁉ Pasalnya, setelah sekian lama dicengkram sistem “ekonomi komando” di era Orde Lama yang bercorak sosialisme, berikutnya perekonomian Indonesia jatuh di pelukan kapitalisme pasar bebas selama era Orde Baru hingga kini.
Meskipun rezim politik Orde Baru terlah berhasil ditumbangkan, namun rezim reformasi tampaknya belum mampu menggantikan tatanan ekonomi kapitalis-neolib yang masih begitu solid bercokol di negeri ini. Sistem Ekonomi Pancasila yang diidealisasikan nyatanya belum diterima sepenuh hati, baik dalam gagasan maupun dan terutama dalam tindakan praktik-praktik ekonomi sehari-hari.
Semoga pemerintah Jokowi-Ma'ruf lebih serius membaca signal perekonomian global dan berusaha melepaskan diri dari jeratan para komprador kapitalisme global yang telah sengaja menjebak negeri ini agar terjerat pada cengkraman ekonomi pasar bebas yang menjauhkan kita dari fondasi ekonomi kita yang genuine: Sistem Ekonomi Pancasila❗👍
SEGERA BERTOBAT
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, sebagai Pebisnis Muslim, sudah waktunya kita BERTOBAT dari jeratan sistem ekonomi kapitalis yang saat ini semakin merajalela. Pertobatan adalah awal perubahan tindakan. Seyogyanya bagi kita, untuk bersegera bangkit dan meninggalkan perbuatan yang SALAH dari EKONOMI RIBA tersebut, kemudian langsung bertobat kepada Allah Taala yang maha pengampun.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kalian kepada Allah supaya kalian mendapat keberuntungan. Dan peliharalah diri kalian dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kalian diberi rahmat. Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Rabb kalian dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." (QS. Ali Imran : 130 - 133).
Banyak orang memahami istilah “PERTOBATAN” berarti “berbalik dari dosa.” Betul itulah definisi umum. Namun dalam perspektif Tasawuf Transformatif, kata “bertobat” berarti “berubah pikiran.” Kata "bertobat" berarti berpikir secara berbeda, atau berpikir dengan cara yang berbeda dari yang sebelumnya.
Guru Mursyid kita, Allahyarham Syaikh Inyiak Cubadak memanggil orang untuk melihat kembali realitas lama melalui mata baru. Karena itu, Mengubah cara berpikir selalu mendahului Perubahan yang berarti. Jadi, pertobatan itu dimaknai sebagai perubahan pikiran atau Cara Pandang (paradigma) yang menghasilkan perubahan tingkah laku dalam upaya memberi SOLUSI atas berbagai PROBLEMATIKA kehidupan yang dihadapi Umat Islam Indonesia.
Maka, dalam memandang dan berpikir tentang Ekonomi dan Keuangan itu, kita harus memakai Cara Berpikir yang sesuai dengan Petunjuk Allah dalam Al-Qur'an dan Sunnah (FIKRAH ILAHIYAH). Berbasiskan Fikrah Ilahiyah itulah dirumuskan Sistem Ekonomi Islam atau Sistem Ekonomi Syariah.
Ekonomi Syariah atau sistem ekonomi Islam, berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari sistem kapitalisme, sistem Ekonomi Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Rasul SAW bersabda: "Barang siapa yang menimbun barang, maka ia bersalah ( berdosa )" ( HR Muslim ).
Seiring dengan itu, ekonomi dalam kacamata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran untuk bekerjasama dalam meningkatkan kualitas hidup yang memiliki dimensi ibadah yang teraplikasi dalam etika dan moral syariah Islam. (az).
Komentar
Posting Komentar